Test Footer 1

animation*animated*FTA*movies*movie*NewsMovies**ufo*tv2cinema

National TV Channel

rcti sctv metro tv tv one trans tv
spacetoon daaitv cahaya tv fajar tv model tv

Blog Promo

TEMPAT IKLAN
Recent Movies

Jalinan Pertemanan - Pemersatu

Ibu-Anak Dipersatukan Facebook
Jejaring Sosial Facebook

LONDON - Kendati menjadi kontroversi di berbagai belahan bumi, bagi Avril Grube, Facebook sangat berjasa. Betapa tidak, berkat jejaring pertemanan itu, dia bisa dipersatukan kembali dengan sang putra, Gavin, yang sudah terpisah sekitar 27 tahun lamanya. Kamis lalu (28/5) keduanya dipertemukan di rumah Grube di Poole, Dorset, Inggris.

"Meski sudah hampir 30 tahun (berpisah), saya langsung mengenali dia begitu pertama melihatnya. Matanya seperti mata saya," ujar Grube penuh haru seperti dikutip The Times kemarin (30/5).


Menjelang pertemuan dengan Gavin, perempuan 61 tahun itu menyatakan tidak bisa tidur dan berdebar-debar. Dia tidak sabar untuk bertemu dengan putra sulung yang kali terakhir dilihatnya pada 1982 tersebut.

Grube mengatakan sempat putus asa saat upayanya mencari Gavin tidak membuahkan hasil. Hari terakhir pertemuannya dengan Gavin yang saat itu berusia tiga tahun adalah jatah kunjungan sang ayah, Joseph Paros. Kepada Grube, mantan suaminya itu pamit mengajak Gavin ke Kebun Binatang Blackpool. Sempat terlintas di benaknya kala itu, Gavin dibawa lelaki yang berkewarganegaraan Hungaria tersebut pulang ke negaranya.

Karena itu, Grube minta bantuan kepada Kedutaan Hungaria di London dan Kedutaan Inggris di Budapest lewat surat. Bahkan, dia juga menyurati Margaret Thatcher yang saat itu menjadi perdana menteri (PM) Inggris. Tapi, seluruh upayanya gagal. Sampai Oktober lalu, adik perempuannya, Beryl Wilson, menemukan jejak Gavin di Facebook. Wilson pun langsung meninggalkan pesan kepada pria 30 tahun yang tinggal di Hungaria tersebut.

"Saya mengetik nama Gavin Paros di situs pencari Google dan menemukan nama yang cocok pada Facebook," terang Wilson yang tidak pernah lelah mencari Gavin demi sang kakak.

Tapi, dia tidak langsung meyakini bahwa Gavin di Facebook itu adalah keponakan yang dia cari. Sebab, dengan lebih dari 200 juta pengguna Facebook di seluruh dunia, bisa saja hanya nama mereka yang sama.

Kegelisahan Wilson dan Grube terjawab beberapa pekan kemudian. Gavin menjawab pesan sang bibi dan meninggalkan nomor telepon. Wilson pun lantas mengontak nomor itu dan berakhirlah pencariannya. [JP Online, Minggu, 31 Mei 2009 / hep/ttg]

Sementara itu..

Menjernihkan Fatwa Facebook
Oleh : Emha Nabil Haroen*

Hasil bahtsul masail yang digelar Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Jawa Timur (FMP3 Jatim) di Pesantren Lirboyo pada 20-21 Mei 2009 menuai respons yang luas dan beragam. Tak hanya media-media massa nasional, media asing semacam Reuters, ABC, dan Associated Press pun memublikasikan isu itu. Sampai saat ini, simpang siur pendapat juga terus bermunculan di sejumlah forum formal-informal hingga grup-grup diskusi di internet.

Bahtsul masail sendiri merupakan forum diskusi keagamaan yang sudah mendarah daging di pesantren. Di dalamnya, dibahas persoalan-persoalan masyarakat yang membutuhkan tinjauan keagamaan secara ilmiah, rinci, dan terukur. Perlu diketahui pula bahwa sebagian besar topik yang muncul didasarkan atas laporan, aduan, atau keluhan masyarakat tentang persoalan agama, sosial, budaya, hingga ekonomi. Bisa dikatakan bahwa bahtsul masail sesungguhnya merupakan cara khas pesantren untuk menyuarakan aspirasi masyarakat melalui perspektif agama.

Tulisan sederhana ini hendak menjernihkan kembali kerangka dan konteks yang mendasari keputusan-keputusan bahtsul masail FMP3 Jatim. Dalam hemat penulis, jika memandang isu tersebut sebatas pada permukaan dan kemudian memberikan penilaian sekenanya, itu tidak hanya menyederhanakan masalah, namun juga memperkeruh suasana. Termasuk tulisan saudara Abd. Basid yang dimuat Jawa Pos (25/5).

Topik yang menjadi kontroversi luas adalah hukum facebook dalam cara pandang hukum Islam (fiqh). Kontroversi tersebut agaknya berakar pada empat hal. Pertama, kesalahpahaman dalam menangkap secara utuh hasil bahtsul masaail FMP3 Jatim. Facebook sebenarnya hanya menjadi satu bagian dari seluruh topik yang dibahas. Kedua, beberapa media memublikasikan secara terpotong-potong dalam hal kutipan, penyebutan sumber, hingga deskripsi hasil bahtsul masail.

Ketiga, kondisi psikis masyarakat belakangan ini cenderung memahami fatwa secara sempit. Hukum agama lantas dimengerti sekadar persoalan halal-haram belaka. Padahal, dalam wacana fiqh, halal-haram bukanlah kategori mutlak karena prasyarat, turunan, dan terapannya bisa bermacam-macam. Boleh jadi, kencenderungan berpikir hitam-putih itu dipengaruhi gencarnya (dis)informasi tentang berbagai fatwa MUI yang telah lalu.

Keempat, tingkat pemakaian situs jejaring sosial via internet, terutama facebook, di Indonesia yang tinggi dan terus meningkat membuat segala perbincangan mengenainya menjadi begitu sensitif.

Butuh ruang yang lebih luas dan tersendiri untuk mengurai empat hal tersebut. Karena itu, tulisan ini bermaksud menggarisbawahi bahwa FMP3 Jatim tidak menjatuhkan hukum haram terhadap fasilitas jejaring sosial-virtual semacam audio call, video call, SMS, 3G, YM, friendster, hingga facebook. Yang diharamkan adalah penggunaan fasilitas-fasilitas itu untuk tujuan-tujuan yang tidak tepat. Dengan melihat secara utuh hasil bahtsul masail FMP3 Jatim (untuk keterangan lengkap, silakan mengunjungi situs ), segera terlihat bahwa suatu keputusan fiqh ala Pesantren mencakup tidak hanya aspek transenden, namun juga aspek kemaslahatan, sosial, dan etika.

Peran Profetik Pesantren

Tampaknya, kita perlu meneropong ulang alasan-alasan logis yang mendasari penyikapan pesantren terhadap perkembangan realitas. Hal itu penting untuk memperoleh kejelasan konteks bahwa meyikapi perubahan bukanlah hal yang asing dan baru bagi pesantren, melainkan justru lebih sebagai pemenuhan terhadap tanggung jawab sosial.

Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan yang akar historisnya tertancap jauh sebelum masa kolonial. Pesantren selalu ikut ambil bagian dalam babak-babak penting sejarah Nusantara, baik dalam skala mikro, meso, maupun makro. Sekalipun dalam kenyataannya sering sengaja dipinggirkan dan diperlemah oleh otoritas-otoritas tertentu, pesantren tetap memiliki sensibilitas terhadap persoalan-persoalan masyarakat dan kebangsaan.

Di sini perlu dikemukakan kembali bahwa watak kemandirian dalam berpikir, bersikap, dan bertindak memungkinkan pesantren untuk terus bertahan selama berabad-abad. Eksistensi pesantren dalam jangka waktu yang lama itu dimungkinkan oleh karakternya yang bisa bergerak selaras dengan perubahan sosial (Ziemek, 1983). Hal tersebut berhubungan dengan suatu kaidah fiqh yang berbunyi "al muhaafadlatu 'ala al qadim al shalih wa al akhdzu bi al jadidi al ashlah" (melestarikan khazanah tradisi yang relevan sembari mengupayakan pembaruan).

Dewasa ini, sejumlah pakar melihat bahwa dunia tengah memasuki suatu zaman di mana informasi menjadi basis penggerak (Rogers, 1986). Globalisasi adalah nama bagi gejala zaman baru itu. Dengan dua ciri utama, yakni keterbukaan dan persaingan bebas, globalisasi membawa lima ongkos yang mesti dibayar: hilangnya keragaman, terjadi fragmentasi dan kuantifikasi, lahirnya impersonalitas, hilangnya harapan, dan alienasi manusia dari spiritualitas (Moesa, 2002).

Pada dasarnya, pesantren secara sadar memainkan peran profetik dalam persilangan antarbudaya (cross-roads of cultures). Di satu sisi, seperti pernah diungkap Ahmad Baso, kiai-kiai pesantren adalah penerjemah dan penafsir aktif wacana kepesantrenan ke dalam konteks kebangsaan dan kemodernan-global. Sementara itu, di sisi yang lain, kiai juga menerjemahkan wacana kebangsaan dan kemodernan-global ke dalam konteks kepesantrenan.

Bagi pesantren, fiqh menjadi salah satu jalur strategis untuk memainkan peran profetik dalam persilangan budaya itu. Salah satu kekuatan fiqh terletak pada sinergi antara bangunan ilmu yang kukuh dan sistematis, pertimbangan kemaslahatan sosial, dan daya transendensinya.

Kita mendapati kenyataan bahwa di negeri ini, globalisasi dalam segala wujud dan tingkatannya sering ditelan mentah-mentah. Dengan mudah kita bisa menemukan fenomena ''gegar budaya" dalam banyak bidang kehidupan. Tentu saja, sikap tanpa reserve terhadap pengaruh globalisasi menjadi berbahaya bagi kelangsungan kehidupan berbangsa. Pada titik inilah, kita mendapatkan alasan mengapa, sebagai salah satu simbol kekuatan tradisi, pesantren mesti ikut bersuara.

Dalam kerangka itulah, bahtsul masaail FMP3 Jatim justru menjadi wujud kepekaan sekaligus perlawanan dunia pesantren dalam menghadapi globalisasi yang diamini dan diimani secara permisif di negeri ini. [JP Online, Kamis, 28 Mei 2009]

*) Emha Nabil Haroen, juru bicara FMP3 Jatim dan pengurus PW LTN NU Jawa Timur


Selamat menonton, bersama keluarga.. Semoga Anda dapatkan manfaat dan menambah wawasan Anda. Jangan lupa mengawasi putra-putri Anda dari acara yang kurang mendidik atau kurang relefan dengan usia putra-putri Anda, TERimaKasih..

Print this post

Sincerely,
Padhang Bulan
Layla Signature
[Image]
WarNing !
Copy-paste diBOLEHkan asal mencantumkan url PadhangBulan.blogspot.com. Demi etika, sportivitas, solidaritas, dan saling 'cinta' diantara sesama blogger Indonesia.
Share-Saran Anda
Sincerely,
Grup Padhang Bulan

"Yang suka menyendiri silakan menyepi, yang suka berbagi silakan copy code di bawah ini:"

Catatan Lela

Yahoo Online Status Indicator

Login To Yours:

Widget edited by Blogumulus

Test Footer

Photobucket



Lelang Entry Blog
Silakan pasang penawaran untuk import entry blog ini


My PB Group is worth $564.54.
How much is your blog worth?


Apa bener ya, harga blog se-newbie ini segitu dollars[?]
24-05-2009

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2013. Aremanita MulTiVision - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger